www.PortalBugis.Com

"Catatan Bugis Di Rantau & Budayanya"

RAJA BONE 14

La Sekati Arung Amali (1660–1667)

Juni 30, 2008 — tomanurung

Setelah Tobala meninggal dunia, KaraengE ri Gowa menunjuk lagi La Sekati Arung Amali menjadi Jennang di Bone. Selama tujuh tahun La Sekati Arung Amali menjadi Jennang di Bone, selama itu pula tindakan kesewenang-wenangan orang Gowa terhadap orang Bone semakin menjadi-jadi. Oleh karena itu sebahagian besar sama Karaeng Bonto Marannu menyerang Butung. Dengan pasukan yang lengkap dan siap berperang, berangkatlah ke Butung untuk menghajarnya.

Sementara itu, La Tenri Tatta Arung Palakka bersama seluruh pengikutnya dan pasukan Kompeni Belanda telah berada dalam perjalanan menuju ke Tanah Ugi. Dia akan langsung ke Butung untuk mengambil seluruh orang Bone dan orang Soppeng yang mengungsi kesana akibat tindakan orang Gowa. Begitu pula orang-orang Gowa yang lari kesana. Hal ini terjadi dalam tahun 1667 M.

Atas kedatangan Arung Palakka Malampe’E Gemme’na, merupakan akhir penderitaan orang Bone dari penjajahan Gowa. Sebelum Datu Luwu dan Karaeng Bonto Marannu memulai serangannya terhadap Butung, datanglah kapal Kompeni Belanda yang ditumpangi La Tenri Tatta Arung Palakka bersama dengan pasukan Belanda. Dengan demikian rencana Datu Luwu dan Karaeng Bonto Marannu untuk menyerang Butung terpaksa batal.

Admiral Speelman selaku pimpinan pasukan Belanda bersama La Tenri Tatta Arung Palakka mengutus beberapa orang untuk menemui Datu Luwu dan Karaeng Bonto Marannu. Kepada utusan itu disuruh untuk menyampaikan kepada Datu Luwu dan Karaeng Bonto Marannu bahwa janganlah Raja Butung yang diserang, karena dia tidak bersalah. Tetapi kalau KaraengE ri Gowa benar-benar mau berperang, maka sekarang lawannya sudah ada. Atau alangkah baiknya kalau Datu Luwu bersama Karaeng Bonto Marannu turun ke kapal sekarang juga dengan mengibarkan bendera putih untuk kita bicara secara baik-baik.
Mendengar penyampaian Admiral Speelman dan La Tenri Tatta Arung Palakka Malampe’E Gemme’na, Datu Luwu minta pertimbangan kepada Karaeng Bonto Marannu. Setelah mempertimbangkan baik dan buruknya ajakan Admiral Speelman dan Arung Palakka, maka keduanya sepakat untuk turun ke kapal dengan mengibarkan bendera putih untuk menemuinya.
Kepada Datu Luwu La Setiaraja dan Karaeng Bonto Marannu La Tenri Tatta Arung Palakka berkata ; ”Saya tidak tahu perselisihan Luwu dengan Bone, saya juga tidak tahu apa perselisihan saya dengan Karaeng Bonto Marannu. Maka menurut pikiran saya, alangkah baiknya kalau Datu Luwu dan Karaeng Bonto Marannu, bersama seluruh pasukannya kembali ke negerinya”. Setelah itu, dibawalah Datu Luwu dan Karaeng Bonto Marannu bersama seluruh pasukannya ikut di kapal. Karena pada saat itu La Tenri Tatta Arung Palakka juga sudah akan menginjakkan kakinya di Tanah Ugi.
Diikutkanlah semua orang Bone , orang Soppeng dan orang Gowa yang ada di Butung. Adapun alat-alat perang orang Gowa dan pasukan Datu Luwu diserahkan kepada orang Bone.
Ketika KaraengE ri Gowa mengetahui bahwa Datu Luwu dan Karaeng Bonto Marannu diikutkan di kapal Kompeni Belanda dan seluruh persenjataannya diserahkan kepada orang Bone, maka iapun berpikir bahwa kesepakatan antara Luwu dengan Gowa telah pecah. Oleh karena itu seluruh tawanannya dikembalikan ke negerinya, termasuk Arumpone dan Datu Soppeng La Tenri Bali.
Tanggal 21 November 1667 M. berperang habis-habisanlah La Tenri Tatta melawan Gowa. Bersama dengan Speelman menggempur KaraengE ri Gowa Sultan Hasanuddin. Menyerahlah orang Gowa dan KaraengE ri Gowa pun tidak dapat berbuat banyak. La Tenri Tatta Arung Palakka berhasil menegakkan kembali kebesaran Bone, membebaskan orang Bone dari tindakan kesewenang-wenangan Gowa. Tercabutlah taring Gowa yang selama ratusan tahun menjadi kebanggaannya.
Ketika La Tenri Tatta Arung Palakka kembali ke Bone, ia lalu menemui Arumpone pamannya sendiri yang bernama La Maddaremmeng. Pamannya berkata ; ”Saya ini sudah sangat lemah, sehingga alangkah baiknya engkau memegang – akkarungeng (kerajaan) Bone. Karena memang warisanmulah dari MatinroE ri Bantaeng. Karena engkaulah sehingga Bone ini bangkit kembali, makanya tidak wajar untuk saya wariskan kepada anak cucuku yang lain, kecuali kepadamu”.
Arung Palakka menjawab ; ”Saya sangat menghargai kemuliaanmu, Puang. Saya juga menjunjung tinggi maksud baikmu itu, Puang. Tetapi menurutku nantilah api itu padam, baru kita ganti, nantilah tiang itu patah baru kita mencari yang lain”.
Oleh karena itu La Maddaremmeng tetap memangku Mangkau’ di Bone sampai akhir hayatnya. Akan tetapi pelaksanaan pemerintahan tetap dilakukan oleh La Tenri Tatta Arung Palakka MalampeE Gemme’na. Begitu juga arung-arung yang bekerja sama dengan Kompeni Belanda tidak bisa langsung bertemu dengan Gubernur Belanda tanpa meminta izin kepada Arung Palakka.
Gubernur Belanda telah memberikan kewenangan kepada Arung Palakka untuk membawahi seluruh arung-arung dan seluruh negeri-negeri yang ada dalam pengawasan Kompeni Belanda di Celebes Selatan. Oleh Gubernur Belanda telah menunjukkan negeri-negeri yang dikuasakan , seperti ; Balannipa, Sinjai sampai di Bantaeng. Sejak itulah La Tenri Tatta Arung Palakka digelar Petta To RisompaE.
Kekalahan Gowa dalam perang melawan Belanda dan Bone ditandai dengan suatu perjanjian yang disebut Perjanjian Bungaya. Perjanjian yang mengakhiri kekuasaan Gowa di Celebes Selatan ditanda tangani oleh KaraengE ri Gowa Sultan Hasanuddin dan Laksamana Kompeni Belanda Speelman pada hari Jumat 18 November 1667 M. Bertempat di Bungaya.

3 Tanggapan to “RAJA BONE 14”

  1. […] La Tenroaji Tosenrima 1640-1643 (3Thn) […]

  2. […] 14. La Tenroaji Tosenrima (1640-1643 (3Thn) […]

  3. […] 14. La Tenroaji Tosenrima 1640-1643 (3Thn) […]

Tinggalkan komentar